Transisi Energi, Indonesia Ajak Australia Garap Proyek Bersama
Transisi Energi, Indonesia Ajak Australia Garap Proyek Bersama
Transisi Energi Yang Merupakan Topik Utama Dalam Pertemuan Bilateral Kementerian ESDM Indonesia Dengan DCCEW Australia. Pertemuan penting tersebut terjadi untuk membahas kerja sama dalam transisi energi yang akan di lakukan Indonesia dan Australia. Yang mana, momen ini di akhiri dengan penandatanganan MoU atau nota kesepahaman mengenai kerja sama transisi energi, sebagai kelanjutan dari Lol atau Letter of Intent on the Establishment of Energy Dialogue. Eniya Listiani Dewi selaku Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa MoU ini merupakan hasil dari kerja sama antara Indonesia dan Australia. Seperti yang sudah di ketahui, ini menindaklanjuti LoI yang telah di tandatangani oleh Menteri ESDM dan Menteri Perubahan Iklim dan Energi Australia 2 tahun lalu, tepatnya pada 1 September 2022. Dadan Kusdiana selaku Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, juga telah menandatangani naskah MoU secara desk-to-desk sebelumnya. Serta, dokumen tersebut kemudian di tukar dan di tandatangani oleh Sekretaris DCEEW Australia setelah pertemuan bilateral tersebut selesai.
Kerjasama yang di atur dalam MoU ini, menurut Eniya, mencakup beberapa aspek transisi energi. Hal ini termasuk di dalamnya integrasi jaringan energi terbarukan, teknologi bersih seperti Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), dan pengembangan energi baru dan terbarukan. Kemudian, efisiensi energi di sisi pasokan dan permintaan, serta penguatan rantai pasok energi bersih. Dengan cakupan yang begitu luas, Eniya berharap kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam bidang transisi energi dapat berjalan lancar. Serta di harapkan, kerjasama ini akan memberikan manfaat bagi kedua negara.
Seperti yang telah di singgung di atas, penandatanagan untuk tingkat Menteri pertama kali di laksanakan di Bali pada September 2022 lalu. Yang mana, pada pertemuan tersebut di hadiri oleh perwakilan Indonesia dan Australia. Indonesia di wakili oleh Menteri ESDM, sedangkan Menteri Perubahan Iklim dan Energi sebagai perwakilan Departemen dari Australia.
Transisi Hingga Pengembangan Energi Baru Dan Terbarukan
Berdasarkan LoI tersebut, kedua kementerian dari kedua negera tersebut sepakat untuk bekerja sama dalam beberapa workstream. Di antaranya ialah Transisi Hingga Pengembangan Energi Baru Dan Terbarukan serta integrasi jaringan, penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, dan efisiensi energi. Kemudian, standar di bidang energi dan sumber daya, hidrogen, infrastruktur energi dan sumber daya, ketahanan sektor energi hingga mineral kritis. Dan yang terakhir, pengelolaan energi, serta pemanfaatan teknologi rendah emisi, transisi energi yang adil, dan sektor pertambangan. Sebelumnya, Pemerintah Australia telah menetapkan target untuk menghasilkan 82 persen listrik dari energi terbarukan pada tahun 2035. Meskipun terget ini terlihat ambisius, namun ini di yakini dapat tercapai dalam waktu yang di tetapkan. Asisten Menteri untuk Perubahan Iklim dan Energi Australia, Jenny McAllister mengungkapkan keyakinannya bahwa Australia dapat mencapai lebih dari 80 persen. Capaian tersebut tentu saja terhadap penggunaan energi terbarukan dalam sistem kelistrikannya. Menurutnya, hal ini dapat terwujud meskipun terdengar ambisius.
Upaya pemanfaatan listrik dari energi terbarukan ini merupakan bagian dari Net Zero Plan yang di luncurkan oleh pemerintah Australia. Yang mana, dengan target emisi nol persen yang di harapkan tercapai pada tahun 2050. Energi terbarukan seperti contoh energi surya dan angin yang sedang di galakkan oleh pemerintah Australia. Tentu, ini akan mengurangi penggunaan energi fosil yang saat ini masih mendominasi. Jenny menjelaskan bahwa hal ini akan menyebabkan peran bahan bakar fosil dalam sistem kelistrikan Australia berkurang.
Kesadaran pelaku pasar dan masyarakat Australia terhadap penggunaan energi terbarukan di sisi lain juga semakin meningkat. Operator pasar energi memberikan proyeksi yang menunjukkan penurunan signifikan dalam kontribusi pembangkit listrik berbahan bakar batubara antara saat ini hingga tahun 2035. Jenny juga menyatakan bahwa rencana yang di buat oleh pemerintah Australia masih berjalan sesuai jalur. Pertumbuhan investasi di sektor energi terbarukan terjadi karena adanya inisiatif kebijakan yang di implementasikan saat ini.
Aksi Untuk Memperlambat Perubahan Iklim
Rencana Net Zero dari Pemerintah Australia merupakan Aksi Untuk Memperlambat Perubahan Iklim. Australia sendiri terikat dengan Perjanjian Paris yang berkomitmen terhadap tujuan global untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global. Net Zero Plan akan membimbing transisi mereka menuju target hasil penggunaan energi seperti emisi gas rumah kaca nol pada tahun 2050. Bersamaan dengan NZP, Australia juga akan menetapkan target pengurangan emisi tahun 2035 yang ambisius. Yang mana program ini akan melanjutkan kebijakan pengurangan emisi. Dengan pemerintah Australia saat ini fokus terhadap empat bagian dari rencana tersebut. Di antaranya ialah mekanisme pengamanan, skema investasi pembangkit listrik, target 82 persen listrik terbarukan, dan standar efisiensi kendaraan baru. Yang kesemua hal tersebut telah di bahas dalam pertemuan kedua negara dalam penguatan kerjasama transisi energi.
Rencana NZP tersebut terlihat seperti di bawa oleh Autralia kedalam pertemuan yang terlaksana beberapa waktu lalu. Dengan mereka, Australia, melihat potensi besar di Negara Indoensia untuk mengembangkan proyek kerjasama transisi energi. Program pengembangan proyek tersebut juga di khususkan pada daerah terpencil di Indonesia yang di beri nama Kinetik Framework.
Pembahasan tersebut merupakan rangkaian kunjungan ke Indonesia untuk memperdalam pemahaman bagi Fredericks tentang apa saja yang dapat di lakukan. Di sisi lain, pandangan dari pemangku kepentingan di Indonesia juga di perhatiakn oleh Fredericks. Termasuk di dalamnya pertimbangan maupun pandangan terkait sektor industri dan energi ramah lingkungan dari Kemenko Perekonomian . Indonesia dan Australia, menurut Fredericks, dapat bekerja sama dengan baik untuk dalam pemenuhan kebutuhan negara melalui transisi, hingga pengembangan energi ramah lingkungan, pengembangan sektor industri, serta kepentingan investasi. Potensi kolaborasi juga di sampaikan oleh Fredericks, pada masa yang akan datang Pemerintah Australia siap untuk mendukung Pemerintah Indonesia. Tentu di bawah skema mitra dalam upaya menuju energi bersih untuk KINETIK Framework.
Peningkatan Hubungan Perdaganan Antara Indonesia-Australia
KINETIK Framework merupakan sebuah program yang di ketahui sebagai keberlanjutan dari keterikatan Perdana Menteri Australia dan Presiden RI pada Annual Leaders’ Meeting 2023. Dengan dukungan dari berbagai program kerja sama Australia lainnya, program ini di harapkan dapat terwujud melalui proyek konkret di sektor pengembangan hingga transisi energi ramah lingkungan. Kesepakatan terjadi untuk melakukan identifikasi peluang baru dalam investasi dan perdagangan di sektor transisi maupun pengembangan energi terbarukan. Clean Energy Finance Corporation juga di perkenalkan oleh Fredericks. Yang mana program tersebut akan memberikan sebuah skema yang dapat memfasilitasi Pemerintah Indonesia. Yang mana skema ini dapat memperdalam kolaborasi dalam transisi energi berkelanjutan dengan pengiriman tim ahli Indonesia ke Australia.
Pada momen pertemuan tersebut, Susiwijono menyoroti Peningkatan Hubungan Perdagangan Antara Indonesia-Australia sejak IA-CEPA. Serta, berharap investasi yang lebih banyak akan terbawa ke Indonesia melalui pemanfaatan kerja sama perdagangan yang ada. Susiwijono turut mengajak pegiat usaha Australia di mana mereka mendapat manfaat fasilitas di KEK atau Kawasan Ekonomi Khusus serta berbagai insentif dengan berinvestasi pada program pengembangan dan Transisi Energi.